Setelah mengalami fase panjang, zaman
kegelapan yang disebut sebagai The Dark
Ages of Europe, peradaban modern kemudian mengembangkan Worldview dan filsafat ilmu sekular,
yang menolak “keberadaan dan kehadiran” Tuhan dalam seluruh aspek kehidupan,
Tuhan dipandang sebagai sesuatu yang mengganggu kebebasan manusia. Filsuf terkenal,
Jean Paul Sartre (1905-1980) menyatakan bahwa sekalipun Tuhan itu ada, itupun
harus ditolak sebab ide tentang Tuhan mengganggu kebebasan mereka.
Dalam dunia keilmuan, semangat menolak
Tuhan itupun sangat dominan, dibidang politik misalnya, Nicolo Machiavelli
(1469-1527) sebagai salah satu pemikir besar dalam politik, karyanya “The Price” dianggap memiliki nilai yang
tinggi yang memiliki pengaruh besar dalam sosial politik umat manusia.
Perjalanan
hidup Machiavelli sendiri cukup menyedihkan, ia pernah ditahan dan disiksa
karena dituduh melawan pemerintah Italia sekitar tahun 1495. Ia menulis The Price pada umur 44 tahun, publikasi
tahun 1532 dan lima tahun setelah kematiannya ia dianggap sebagai salah satu
pemikir yang mengajak penguasa untuk berpikir praktis demi mempertahankan
kekuasaannya dan melepaskan nilai-nilai moral yang justru dapat menjatuhkan
kekuasaannya. Karena itu banyak yang memberikan predikat sebagai “amoral” dan
tujuan utama dari suatu pemerintahan adalah “survival” yakni mempertahankan
kekuasaan.
Politik seperti ini melampaui nilai-nilai
moral keagamaan, dengan membuang faktor “baik dan buruk” dalam kancah politik,
Machiavelli membuat saran bahwa seorang penguasa boleh menggunakan cara apa
saja untuk menyelamatkan negara. Penguasa-penguasa yang sukses selalu
bertentangan dengan pertimbangan moral dan keagamaan, “Jika situasi menjamin,
penguasa dapat melanggar perjanjian dengan negara lain, melakukan kekejaman dan
teror. Yang terpenting dari pemikiran Machiavelli adalah ia telah mengangkat
persoalan politik dari aspek moral dan ketuhanan.
Sejarawan Marvin Perry mengatakan bahwa
sumbangan terbesar Machiavelli adalah menghilangkan faktor agama dalam politik,
dengan memandang masalah politik dan negara, semata-mata sebagai faktor
saintifik yang rasional, inilah yang dipandang sebagai ilmu politik modern.
Dalam pengajaran Biologi dan Ilmu Sejarah
didunia pendidikan, masih dijumpai penggunaan teori “evolusi”, berangkat dari
pandangan alam terhadap manusia yang sangat sekular dan materialistis, para
ilmuwan ini menolak menggunakan kitab suci sebagai sumber ilmu. Mereka beranggapan
sosok manusia purba yang menjadi jembatan evolusi makhluk tertentu ke manusia,
cara ini jelas mengabaikan konsep dasar Islam tentang manusia yang meletakkan
unsur “ruh” sebagai faktor esensial pada manusia. Mereka hanya menelusuri
sejarah manusia dari unsur fisik manusia, yaitu unsur daging dan tulang, karena
yang tersisa hanya tulang belulang, maka yang diteliti sebenarnya adalah “sejarah
tulang manusia” bukan “sejarah manusia”.
Menurut Al-Qur’an fase sejarah manusia
yang terpenting adalah saat manusia berada dialam arwah dan membuat ikatan
perjanjian dengan Allah SWT. Jika manusia tahu asal-usul yang sebenarnya, maka
dia akan merindukan ma’rifatullah dan
rindu untuk selalu dekat dengan Allah SWT, sehingga tujuan diciptakannya
manusia tercapai. Jadi, dari worldview sekular dan epistemologi yang menolak
wahyu sebagai sumber ilmu, maka lahirlah ilmu pengetahuan tentang sejarah
manusia yang merusak manusia itu sendiri.
Comments
Post a Comment