Skip to main content

Filsafat Ilmu - Sekularisasi dan Westernisasi Ilmu I



      Proses sekularisasi ilmu dimulai ketika seorang filsuf Barat, Rene Descrates (m. 1650), yang memformulasi sebuah prinsip, aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum). Dengan prinsip ini Descartes telah menjadi rasio satu-satunya kriteria untuk mengukur kebenaran.

      Pada zaman modern, filsafat Immanuel Kant sangat berpengaruh. Kant menjawab keraguan terhadap ilmu pengetahuan yang dimunculkan oleh David Hume yang skeptic, menurutnya pengetahuan adalah mungkin, namun metafisika adalah tidak mungkin karena tidak bersandarkan kepada pancaindra. Dalam pandangan Kant metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik-a priori seperti yang ada didalam matematika, fisika, dan ilmu-ilmu yang berdasarkan fakta empiris. Menurut Kant pernyataan-pernyataan metafisis tidak memiliki nilai epistemologi.

      Epistemologi Barat modern-sekuler semakin bergulir dengan munculnya filsafat dialektika Hegel (m. 1831) yang terpengaruh oleh Kant. Bagi Hegel pengetahuan adalah ongoing process, dimana apa yang diketahui dan aku yang mengetahui terus berkembang; tahap yang sudah tercapai “disangkal” oleh tahap baru, bukan dalam arti bahwa tahap lama itu tak berlaku lagi, tapi tahap lama itu dalam cahaya pengetahuan kemudian terlihat terbatas.Jadi tahap lama itu tidak benar karena terbatas dan dengan demikian jangan dianggap kebenaran.

      Epistemologi Barat modern-sekuler juga melahirkan paham ateisme, akibatnya paham ini menjadi fenomena umum dalam berbagai disiplin keilmuan, seperti filsafat, sains, politik, ekonomi, dll. Ludwig Feurbach (1804-1872) murid Hegel, seorang teolog, dan salah seorang pelopor paham ateisme diabad modern. Feurbach menegaskan prinsip filsafat yang paling tinggi adalah manusia, sekalipun agama atau teologi menyangkal namun pada hakikatnya agamalah yang menyembah manusia. Agama Kristen sendiri yang menyatakan tuhan adalah manusia dan manusia adalah tuhan. Jadi, agama akan menafikan tuhan yang bukan manusia, makna sebenarnya dari teologi adalah antropologi, agama adalah mimpi akal manusia.

      Terpengaruh dengan karya Faurbach, Karl Marx (m. 1883) berpendapat agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, dalam pandangannya agama adalah faktor sekunder sedangkan factor primernya adalah ekonomi. Selain itu Marx juga memuji karya Charles Robert Darwin (m. 1882) dalam bidang sains yang menyimpulkan Tuhan tidak berperan dalam penciptaan, bagi Darwin asal mula spesis (origin of species) bukan berasal dari Tuhan, tetapi dari adaptasi kepada lingkungan. Tuhan tidak menciptakan makhluk hidup, semua spesis yang berbeda sebenarnya berasal dari satu nenek moyang yang sama, spesis menjadi berbeda antara satu dan yang lain disebabkan kondisi-kondisi alam.



Comments

Popular posts from this blog