Memetakan Ilmu
Urusan mengelompokkan ilmu dimulai
diakhir masa kuno terutama diabad ke-5 s/d ke-6 Di Alexandria. Aristoteles dalam
karyanya Nichomachean Ethics sudah
menggariskan perbedaan antara seni dan sains, Aristoteles juga membahas sains
spekulatif yang berbeda dengan yang praktis dan produktif. Pengelompokan ini
diteruskan ke Abad Pertengahan diadopsi oleh kaum para filosuf Nasrani, Muslim,
dan Yahudi, walau dengan penambahan dan perubahan penting dan menjadi standar
program pendidikan humaniora.
Al-Farabi-lah (w.559/950) yang pertama
kali dalam sejarah islam, mengelompokan sains menjadi lima kelompok,
masing-masing, dengan sub bagiannya, ia definisikan dan tujuannya dijelaskan. Pembagian
pertama adalah sains bahasa atau linguistik, bagian kedua adalah logika,
kelompok ketiga adalah matematika, kelompok keempat adalah sains fisik dan
metafisik, terakhir dikelompok kelima terdapat tiga sains, yakni politik, sains
hukum islam atau penghukuman islam, dan teologi.
Seorang Polymath terkenal Ibn Sina (428/
1037), sebagaimana Aristoteles dan al-Farabi sebelumnya, Ibn Sina membagi sains
menjadi teoretis dan praktis, sasaran sains teoretis adalah untuk mendapatkan
kebenaran dan kepastian tentang hal-hal yang wujud secara objektif dan mandiri
dari manusia dan perbuatannya, lain dengan sains praktis yang bertujuan untuk mendapat
pandangan yang benar tentang hal-hal diperlukan manusia agar menjadi baik. Singkatnya,
sains teoretis mengurus kebenaran sementara sains praktis adalah cara menemukan
kebaikan.
Sains teoretis memiliki tiga kelompok:
yang terbawah sains alam, dipertengahan sains matematika, dan yang tertinggi
sains metafisika.
Diantara para ushuliyyun yang memberikan
sumbangsih atas tema bahasan kita, dua yang layak kita sebut yaitu Ibn Hazm (w.456/
1064) dan Imam al-Ghazali (w.505/ 1111). Dalam Taqrib-nya Ibn Hazm menyebutkan dua belas sains utama yang ia
anggap bermanfaat bagi manusia, yakni sains Al-Qur’an, sains hadits, fiqh,
logika, tata bahasa, leksikografi, puisi, sejarah, kedokteran, matematika,
geometri, dan astronomi.
Beralih ke Imam al-Ghazali yang
memperkenalkan dua kelompok besar ilmu, yakni sains-sains praktek keagamaan dan
sains-sains pengungkapan ruhiyah. Sains-sains pengungkapan ruhiyah adalah apa
yang dibicarakan oleh Nabi secara tersirat dan singkat melalui perlambang dan
kiasan, sedangkan untuk sains-sains praktek keagamaan dibagi menjadi sains
eksoterik yang mencakup kegiatan fisik seperti ritual dan kebiasaan, dan sains esoterik
yang berhubungan dengan kegiatan ruhiya
hati dalam hubungannya dengan dunia malaikat diluar persepsi indrawi.
Selanjutnya Imam al-Ghazali mengelompokan
ilmu menjadi fard’ayn (tugas perorangan) dan fard kifayah (kewajiban kelompok).
Sumber : Filsafat Ilmu by Dr. Adian Husaini, et. al
Comments
Post a Comment