Skip to main content

Sekularisasi Ilmu - Ilmu Dalam Sejarah Peradaban Barat I (Satu)



Pendahuluan
      Virus yang terkandung dalam ilmu pengetahuan barat modern – sekuler merupakan tantangan yang paling besar bagi kaum muslimin saat ini. Dalam pandangan Syed Muhamad Naquib Al-Attas Ilmu barat modern tidak dibangun diatas wahyu dan kepercayaan agama, namun berdasarkan tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofi yang terkait dengan kehidupan sekuler yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional.

Ilmu dalam Sejarah Peradaban Barat
      Tokoh yang paling dominan dalam sejarah epistemologi barat menurut Furmerton adalah kaum skeptis, yang seringkali mengisyaratkan beberapa hal yang berkaitan dengan pengetahuan atau justifikasi.

       Filsafat pada zaman Pre-Socratic lebih kepada filsafat alam dan kemungkinan perubahannya, mereka menerima begitu saja bahwa pengetahuan tentang alam adalah mungkin, walaupun sebagian dari mereka menyarankan bahwa pengetahuan diperoleh dari beberapa sumber itu lebih baik, karena Heraclitus menekankan penggunaan indera dan Parmenides menekankan kepada peran dari rasio, namun tidak ada satupun diantara mereka yang meragukan bahwa pengetahuan tentang realitas adalah mungkin. Hal tersebut belum muncul sampai abad kelima sebelum Masehi (5 SM).

      Menurut mereka Plato adalah filsuf Yunani yang bisa dikatakan menjadi pencetus nyata epistemologi karena berusaha untuk berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar seperti; apa itu pengetahuan ?, Plato beranggapan bahwa pengetahuan merupakan kondisi kognisi yang paling tinggi dan lebih dari sekedar kepercayaan yang benar.  Walaupun pengetahuan susah untuk dicapai dan manusia kurang akan pengetahuan, namun pengetahuan tetap dicapai karena kita cenderung untuk bergantung kepada kepercayaan yang benar. Segala sesuatu yang berasal dari pengenalan atau penangkapan indera, tidak layak disebut pengetahuan. Pengetahuan sejati bagi Plato apabila hal tersebut berkaitan dengan konsep-konsep. Pengetahuan sejati bagi Plato adalah episteme, yaitu pengetahuan tunggal yang tetap sesuai dengan ide-ide abadi. Ide-ide tersebut bersifat sempurna dan yang ditangkap oleh pancaindra hanyalah tiruan atau bayangan dari ide-ide abadi tersebut. Ide-ide adalah sesuatu yang riil (real) dan apabila seseorang melihat bayangan, maka ia akan langsung teringat kepada ide abadi tersebut (rekoleksi). Sehingga menurut Plato, yang disebut sebagai pengetahuan adalah kumpulan ingatan atau pengenalan ide abadi yang terpendam dalam benak manusia.

      Aristoteles merupakan murid dari Plato, Plato mengajarkan dua pengenalan terhadap pengetahuan, yakni pengenalan indrawi (empiris) dan pengenalan melalui akal (rasional). Namun Aristoteles menolak epistemologi Platonisme dengan mengatakan bahwa pengetahuan seorang manusia harus berangkat dari hal-hal partikular yang terpersepsi oleh indra dan setelah itu, ia akan diabstraksikan menjadi pengetahuan akal budi (rasional) yang bersifat universal. Aristoteles hanya bersebrangan dengan ajaran gurunya mengenai perpisahan absolut antara ide dan gambarnya, antara pengertian dan pemandangan, antara “ada” dan “menjadi”. Idea dalam paham Plato terlalu abstrak, sedangkan Aristoteles menganggap idea atau eidos sebagai sesuatu yang lebih konkret. Oleh sebab itu tugas logika yang utama adalah mengakui hubungan yang tepat antara yang umum dan yang khusus, oleh karena itu tugas ilmu adalah menyatakan bahwa menurut logika, pendapat yang khusus (dari pengalaman) harus datang dari pengetahuan yang bersifat umum.


Comments

Popular posts from this blog